![]() |
PERAN
GURU BIDANG STUDI
DALAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Makalah disusun guna memenuhi
tugas Mata Kuliah Bimbingan
dan Konseling
oleh:
NAMA : SEPTIA PARWIYANTI
NIM : 2101412046
ROMBEL : 2
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah yang membahas tentang “Peran Guru Bidang Studi Dalam Pelayanan
Bimbingan dan Konseling” ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tentunya dalam penyusunan makalah
ini, tidak lepas dari peran pihak lain. Untuk itu ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1.
Ibu Awalia Dosen Pengampu Mata Kuliah Bimbingan dan
Konseling.
2.
Bapak Andi Dosen Pengampu Mata Kuliah Bimbingan dan
Konseling.
3.
Kedua orang tua yang telah mendukung dan mendoakan.
4.
Teman-teman yang telah membantu dan menjadi referensi
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun, agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak
sebagaimana yang diharapkan.
Semarang, 6
Desember 2013
Penulis
Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut
sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi
sebagai guru yang profesional harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan
pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainya perlu dibina dan
dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Tugas
dan peran guru tidakalah terbatassi dalam masyarakat, bahkan guru pada
hakekatnya guru merupakan komponen strategis yang memilih peran penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa.
Keberadaan
guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang
membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah
lintas perjalanan zaman dengan teknologi yang kian cangggih dan segala
perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehudupan
yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan
terbinanya kesiapan dan kendala sebagai seorang pembangunan. dengan kata lain,
potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari potret dari guru masa
kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra
para guru di tengah-tengah masyarakat.
Dalam kedudukannya sebagai
personil pelaksana proses pembelajaran di sekolah, guru bidang studi memiliki
posisi yang strategis. Dibandingkan dengan guru BK (Bimbingan dan Konseling,
guru bidang studi sangat berperan dalam membantu pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah, karena guru bidang studi lebih sering berinteraksi dengan
siswa secara langsung. Guru dapat mengamati secara rutin tentang perkembangan
kepribadian siswa, kemajuan belajarnya, dan permasalahan yang mungkin dihadapi
oleh siswa. Oleh karena itu, tidak salah jika guru bidang studi menjadi mitra
kerja guru bimbingan konseling dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Sekolah
merupakan sebuah lembaga yang berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya proses
pendidikan. Pendidikan tidak hanya mempunyai arti mentransfer ilmu dan materi
pelajaran kepada siswa, lebih luas dari itu kegiatan mendidik juga meliputi peran guru bidang studi dalam
mengurangi dan merubah prilaku siswa ke arah yang lebih baik sehingga dapat
berguna bagi lingkungan keluarga dan masyarakat.
Berbagai perilaku
siswa dinikmati oleh guru setiap harinya bahkan di dalam kelas sekalipun ketika
sedang berlangsungnya proses pembelajaran. Masih banyaknya siswa laki-laki yang
suka mengganggu siswa perempuan dan akhirnya berwujud pada perkelahian hingga
tawuran. Prilaku siswa seperti ini digolongkan ke dalam kenakalan siswa. Selain
itu masih didapati perilaku negatif siswa misalnya merokok, membolos, menyontek
dan kenakalan lainnya. Kenakalan siswa yang dimaksud adalah prilaku menyimpang
dari diri atau melanggar hukum. Jensen (1985. hlm. 417).
Berbagai
kasus siswa dicatat setiap harinya dalam laporan sekolah. Di sekolah sangat
mungkin ditemukan siswa yang bermasalah dan menunjukkan berbagai gejala
penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat.
Salah satu faktor yang menyebabkan adalah siswa berasal dari keluarga yang beraneka
ragam sehingga interaksi yang dilakukan sering kali mengalami penyumbatan,
bahkan tidak jarang dari mereka membawa prilaku yang kasar sebagai kebiasaan
dalam rumah tangganya.
Berbagai
bentuk bimbingan telah diupayakan guru dalam pendidikan yang mempengaruhi
proses perkembangan individu dengan upaya-upaya bantuan sehingga terjadi
perkembangna pada aspek-aspek pokok kepribadian yang secara meyeluruh
hasilnya tiada lain terjadi perubahan pada diri individu itu sendiri.
Selain
peran Guru BK, peran guru bidang studi sangat diperlukan dalam membantu
mengurangi perilaku negatif siswa. Sehingga tidak hanya Guru BK saja yang
berperan sebagai pembimbing maupun konselor tetapi juga guru bidang studi.
Berbagai
hal, baik itu dalam menangani perilaku negatif siswa maupun dalam mengembangkan
potensi siswa, guru bidang studi juga berperan dalam kegiatan pembelajaran
maupun pelayanan bimbingan dan konseling. Sehingga kinerja Guru BK akan lebih
ringan karena memiliki rekan atau mitra kerja dengan guru bidang studi di
sekolah.
1.2.1
Bagaimana peranan guru bidang studi
sebagai informator?
1.2.2
Bagaimana peranan guru bidang studi
sebagai fasilitator?
1.2.3
Bagaimana peranan guru bidang studi
sebagai mediator?
1.2.4
Bagaimana peranan guru bidang studi
sebagai motivator?
1.2.5
Bagaimana peranan guru bidang studi
sebagai kolaborator?
1.3.1
Mengetahui peranan guru bidang studi
sebagai informator.
1.3.2
Mengetahui peranan guru bidang studi
sebagai fasilitator.
1.3.3
Mengetahui peranan guru bidang studi
sebagai mediator.
1.3.4
Mengetahui peranan guru bidang studi
sebagai motivator.
1.3.5
Menegetahui peranan guru bidang studi
sebagai kolaborator.
Seorang guru
bidang studi dalam kinerjanya dapat berperan sebagai informator, karena
perannya sebagai informator, guru bidang studi sangat membantu kinerja Guru
Bimbingan dan Konseling. Karena, selain tugas utamanya sebagai pengajar, guru
bidang studi dapat berperan sebagai konselor, terutama dalam memasyarakatkan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
Berdasarkan hasil observasi, guru bidang
studi dapat berperan sebagai informator dengan begitu guru bidang studi ini
membantu dalam memasyarakatkan informasi dan layanan bimbingan konseling kepada
siswanya. Misalnya, pada saat guru mengajar di kelas. Guru tersebut dapat
menyampaikan informasi kepada siswa ketika ia mengajar di kelas.
Dengan perannya sebagai informator, ini
sangat membantu guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan program
kerjanya. Meskipun guru bimbingan dan konseling ini tidak terjun sacara
langsung dalam melaksanakan program kerjanya, akan tetapi pelayanannya tetap
dirasakan oleh para siswanya atas bantuan guru bidang studi.
Selain daripada itu, siswa tidak akan
merasa canggung jika bertanya-tanya pada guru bidang studi dibandingkan dengan
guru bimbingan konselingnya sendiri. Karena ada beberapa siswa yang mungkin
takut dengan guru bimbingan konseling, sehingga membuatnya enggan
bertanya-tanya dengan guru bimbingan konseling.
Guru
dapat berperan sebagai fasilitator, terutama ketika dilangsungkan layanan
pembelajaran baik itu yang bersifat preventif maupun yang bersifat kuratif.
Dibandingkan dengan guru bimbingan dan konseling, guru bidang studi lebih
memahami siswanya. Karena guru lebih memahami tentang keterampilan belajar yang
perlu dikuasi siswa pada mata pelajaran yang diajarkan. Maka, pada saat siswa
mengalami kesulitan dalam belajar, guru dapat merancang program perbaikan
(remedial teaching) dengan mempertimbang tingkat kesulitan yang dialami siswa
dan menyeseuaikan dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, bagi siswa yang
pandai, guru dapat menyiapkan program tindak lanjut berupa pengayaan
(enrichment) guna meningkatkan belajar siswa.
Wina
Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan
pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda
dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa,
guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar
yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan
perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip
belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar
dengan baik apabila:
1. Siswa
secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
2. Apa
yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
3. Siswa
mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan
keterampilannya dalam waktu yang cukup.
4. Pembelajaran
dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya
dan daya pikir siswa.
5. Terbina
saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu
Dyah Puspita Sari, selain beliau mengampu pelajaran Bahasa Indonesia, beliau
juga turut berperan sebagai fasilitator. Beliau akan memberikan kesempatan
kepada para siswanya untuk mengembangkan bakat dan potensi yang mereka miliki. Pada
pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia, beliau mengarahkan siswa agar dapat
mengembangkan bakat menulis atau bakat yang berhubungan dengan kebahasaan maupun
sastra.
Dalam
membantu mengembangkan potensi dan bakat siswa, beliau akan melakukan
pendekatan dan berperan sebagai pendengar agar siswanya nyaman dan lebih
terbuka pada beliau.
Dalam kedudukannya yang strategis, yakni
berhadapan langsung dengan siswa, guru bidang studi dapat berperanan sebagai
mediator antara siswa dengan guru bimbingan dan konseling. Hal itu tampak
ketika misalnya seorang guru bidang studi diminta untuk melakukan kegiatan
identifikasi siswa yang memerlukan bimbingan dan pengalihtanganan siswa yang
memerlukan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing atau konselor di
sekolah.
Seorang guru yang berperan sebagai mediator dan
fasilitator bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid bukanlah yang belum tahu
dan karena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar siswa aktif mencari tahu
dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu
berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun
pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan siswa sebagai mitra yang
bersama-sama membangun pengetahuan.
Dalam dekade terakhir ini filsafat konstruktivisme
sangat mempengaruhi perkembangan, penelitian, serta praktek pendidikan di
seluruh dunia. Banyak pembaharuan sistem belajar mengajar didasarkan pada
konstruktivisme, yang terutama menekankan peran aktif siswa dalam membentuk
pengetahuan.
Jean Piaget, adalah psikolog pertama yang
menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Menurutnya mengajar
bukanlah transfer knowledge dari guru ke siswa yang menganggap siswa sebagai
lembaran kertas putih kosong, melainkan mengajar adalah suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti
partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari
kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Mengajar dalam konteks
ini, adalah membantu seseorang berfikir secara benar dengan membiarkannya
berpikir sendiri.
Paulo Friere, pakar pendidikan dari Brazil dalam
bukunya Pendidikan Kaum Tertindas menganggap bahwa pendidikan dimana guru yang
hanya berusaha mengisi pengetahuan siswa dengan ceramah dan cerita belaka tanpa
komunikasi, sebagai konsep pendidikan “gaya bank”, dimana ruang gerak yang
disediakan bagi kegiatan para siswa hanya terbatas pada menerima, mencatat dan
menyimpan.
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru
berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar
siswa berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijelaskan
dalam beberapa kegiatan berikut : Pertama, menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan
penelitian. Kedua, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara
produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses
belajar siswa. Ketiga, memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran
siswa jalan atau tidak, guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan
siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, guru membantu
mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
Seorang guru yang berperan sebagai mediator dan
fasilitator tidak akan pernah membenarkan ajarannya dengan mengklaim “ini
satu-satunya yang benar”. Oleh karena itu, perlu kiranya dikembangkan dalam
sistem belajar mengajar adalah semakin dikembangkannya kesempatan bagi siswa
untuk mengekspresikan apa yang mereka ketahui dan yang tidak mereka ketahui.
Dengan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa akan dibantu untuk lebih
berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka. Diskusi kelompok, debat, menulis
makalah, membuat laporan penelitian, berdiskusi dengan para ahli, meneliti di
lapangan, mengungkapkan pertanyaan dan juga sanggahan terhadap yang diungkapkan
guru, dll. Semua ini dapat menantang siswa lebih berpikir dan membangun
pengetahuan mereka.
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang kongkret, maka
strategi mengajar perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi
siswa. Oleh karena itu, tidak ada suatu strategi mengajar yang satu-satunya
yang dapat digunakan dimanapun dan dalam situasi apapun. Setiap guru yang baik
akan memperkembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut
bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu
Dyah, peran guru sebagai mediator memang sangat membantu kinerja atau program
kerja bimbingan dan konseling di sekolah beliau. Selain Guru BK yang terbantu,
siswa juga lebih terbuka dan lebih nyaman dalam merasakan pelayanan bimbingan
dan konseling.
Dalam peranan ini, guru bidang studi
dapat berperan sebagai pemberi motivasi siswa dalam memanfaatkan bimbingan dan
konseling di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh layanan konseling, misalnya pada saat siswa mengikuti pelajaran di
kelas. Tanpa kerelaan guru dalam memberi kesempatan kepada siswa menerima
layanan, layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana mengingat
terbatasnya jam khusus untuk bimbingan dan konseling di setiap sekolah.
Menurut pendapat Ibu Dyah, peran guru
bidang studi sebagai motivator sangat membantu program kerja guru bimbingan dan
konseling. Dalam menjalankan perannya sebagai motivator, beliau melakukan
dengan cara memberikan motivasi-motivasi kepada siswanya baik saat jam
pelajaran maupun di luar jam pelajaran. Motivasi yang diberikan tidak hanya
motivasi untuk belajar, tetapi juga motivasi untuk mengembangkan potensi,
bakat, dan minat yang dimiliki.
Guru
bidang studi memiliki kesamaan dengan guru bimbingan dan konseling, yaitu
sama-sama sebagai tenaga pendidik di sekolah. Guru bidang studi dapat berperan
sebagai kolaborator konselor di sekolah, misalnya dalam penyelenggaraan
berbagai jenis layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran atau dalam
pelaksanaan kegiatan pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data, dan
kegiatan lainnya yang relevan.
Menurut
pendapat Ibu Dyah, kerja sama antara guru bimbingan dan konseling dengan guru
bidang studi memang sangat diperlukan. Dengan bantuan guru bidang studi, guru
bimbingan dan konseling akan lebih ringan dalam menjalankan program kerjanya.
Selain itu, apabila guru bimbingan dan konseling sedang menangani suatu masalah
yang menimpa siswanya, tentunya guru bidang studi akan meminta bantuan guru
kelas atau guru bidang studi sehingga masalah tersebut dapat terseleseikan
lebih cepat.
Hasil
wawancara dengan Ibu Dyah Puspita Sari, menyebutkan beberapa peranan guru
bidang studi dalam pelayanan BK, selain yang telah disebutkan adalah sebagai
berikut.
1.
Guru Sebagai Korektor, guru harus dapat membedakan nilai
yang baik dan man nilai yang buruk.Semua nilai yang baik harus guru pertahankan
dan nilai yang buruk harus disingkirkan dari watak dan jiwa anak didik.
2.
Guru Sebagai Inspirator, guru harus
dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik. Guru harus dapat
memberi petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik.
3.
Guru Sebagai Organisator, guru
memiliki kegiatan pengelolaan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun
kalender akademik, dan sebagainya.
4.
Guru Sebagai Inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Bukan mengikuti terus tanpa
mencetuskan ide-ide inovasi.
5.
Guru Sebagai Pembimbing, guru
membimbing anak menjadi manusia dewasa susila yang cakap dan mandiri.
6.
Guru Sebagai Demonstrator,
mempergakan apa yang diajarkan secara diktatis, sehingga apa yang guru inginkan
sejalan dengan pemahaman anak didik, tujuan pengajaran tercapai dengan efektif
dan efisien.
7.
Guru Sebagai Pengelola Kelas, agar anak
didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa
belajar di dalamnya.
8.
Guru Sebagai Supervisor, guru dapat membantu, memperbaiki,
dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
9.
Guru Sebagai Evaluator, guru dituntut untuk menjadi
seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang
menyngkut intrinsik maupun ekstrinsik. Guru tidak hanya menilai produk, tetapi
juga menilai proses.
Dalam penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di sekolah menganut pola pengorganisasian tertentu yang struktur
hierakisnya mengatur tugas dan tanggung jawab. Dalam menjalankan tugas dan
program kerjanya, guru bimbingan dan konseling tak lepas dari bantuan guru
bidang studi. Dalam posisinya yang strategis guru bidang studi adalah mitra
konselor yang cukup membantu. Karena guru bidang studi memiliki beberapa
peranan yang strategis diantaranya: sebagai informator, motivator, fasilitator,
mediator, dan kolaborator. Akan tetapi, ada juga beberapa peranan guru bidang
studi yang lain misalnya, guru berperan sebagai korektor, inspirator,
organisator,
inisiator,
pembimbing,
demonstrator,
supervisor,
evaluator,
pengelola
kelas.
Sebaiknya
semua guru bidang studi menjalankan perannya dengan maksimal, agar program
kerja guru bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan baik dan siswanya
mendapatkan pelayanan yang nyaman.
Mugiarso, Heru, dkk.
2012. Bimbingan dan Konseling.
Semarang. Universitas Negeri
Semarang Press.
pada tanggal 9/12/2013
kepribadian-terhadap-performansi-mengajar-guru.html
diunduh pada tanggal
9/12/2013
diunduh pada tanggal 9/12/2013
Guru
Mata pelajaran Bahasa Indonesia MTs Al Khoiriyyah Semarang, menyatakan bahwa
mahasiswa sebagai berikut.
Nama : Septia Parwiyanti
NIM : 2101412046
Prodi
: Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia/S1
Benar telah melaksanakan observasi tentang “ Peran
Guru Bidang Studi dalam kegiatan dan Program Kerja BK”. Demikian surat
keterangan ini dibuat, untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 12 Desember 2013
Guru
Bahasa Indonesia
Dyah Puspita Sari, S.Pd.
Biografi Diah Puspita Sari, S.Pd.
Diah Puspita Sari atau
sering dipanggil Ichan lahir pada hari Selasa, 18 April 1989, dari pasangan
Suharto dan Titik Purwanti. Beliau anak pertama dari dua bersaudara. Perempuan
penggemar strawberry ini memiliki hobi bernyanyi, menulis, menggambar dan
rapling. Beliau tinggal di Desa Kalirejo Rt.01/Rw.III, Kecamatan Undaan, Kudus.
Beliau menempuh studi pertamannya di SD N 1 Kalirejo, Undaan, Kudus Jawa Tengah
lulus pada tahun 2006. Lalu beliau melanjutkan belajarnya di SMP N 3 Kudus.
Setamatnya beliau dari SMP beliau melanjutkan studinya di SMA N 1 Bae, Kudus
dan lulus pada tahun 2006.
Setelah lulus dari SMA
ia melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Semarang. Beliau mengambil program
studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni. Selain
kuliah, beliau juga disibukkan oleh beberapa kegiatan kampus antara lain: Hima
BSI, Racana Wijaya, dan UKM Anggar.
Karyanya yang pernah
terbit adalah novel yang berjudul My
Family (2007) dan kumpulan puisi Aurora
(2008). Setelah lulus dari Universitas Negeri Semarang beliau berprofesi
menjadi Guru di MTs Al Khoriyyah Semarang, dari tahun 2010 sampai sekarang.
Sebelum menjadi guru beliau pernah menjadi tentor di salah satu bimbingan
belajar yaitu di Genius.
Berikut biodata
singkatnya :
BIODATA
Nama
: Dyah Puspita Sari
Pendidikan : Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia, S1/ Unnes
Alamat : Kalirejo
RT.01/RW 03 Kec.Undaan, Kudus.
Domisili : Wisma Parradise Gg.Kenanga Kel. Banaran RT.04/RW.04
Kec.Gunungpati,
Semarang.
Telepon : 085-727-154-789
email : kim_ichan@yahoo.co.id
Facebook : Kim Ichan
Twitter :
@ichanimni




Daftar pertanyaan
1. Sebagai
fasilitator, bagaimana peran Ibu dalam membantu program kerja Bimbingan dan
Konseling?
2. Apa
manfaat yang akan diperoleh siswa yang terkait dengan pelayanan Bimbingan dan
Konseling melihat perannan guru bidang studi sebagai fasilitator?
3. Sebagai
mediator, bagaimana Ibu menyampaikan pelayanan-pelayanan Bimbingan dan
Konseling agar semua siswa dapat merasakan pelayanan tersebut?
4. Seperti
yang telah kita ketahui, guru berperan sebagai motivator, lalu bagaimana cara
Ibu dalam menjalankan peran Ibu sebagai motivator?
5. Masih
terkait dengan peran guru sebagai motivator, ketika ibu memberikan motivasi
kepada siswa, menurut Ibu ini berpengaruh pada program kerja BK atau tidak?
6. Menurut
Ibu, peran guru bidang studi dalam pelayan BK itu apa saja?
Komentar
Posting Komentar